Sunday, March 11, 2007

Self Role

Wag the Dog. Itu judul film yang diputar di HBO minggu malam lalu. Menonton film itu saya jadi agak kesal dengan industri perfilman. Presiden dan kondisi negara diatur sedemikian rupa agar tampak heroik demi pengumpulan suara menjelang pemilu untuk mempertahankan status quo. Sang sutradara (dibintangi Dustin Hoffman) mengonstruksi jalannya kondisi yang ada tak ubahnya sebuah film yang tengah disutradarainya. Bagaimana mungkin presiden takluk pada sutradara? Semudah itukah? Saya teringat lirik lagu yang populer diawal tahun 90-an. ”Dunia ini panggung sandiwara.” Di setiap kesempatan selalu saja ada orang-orang tertentu yang menyetir jalannya peristiwa sementara orang-orang lain mengikuti alur naskah yang ditulisnya. Improviasi bisa saja dilakukan, tapi tetap seijin sutradara dan produser. Sadar tidak sadar, mau tidak mau menyadari dan mengakui, itulah yang terjadi. Untuk memperoleh nilai baik di sekolah atau predikat sebagai murid baik bahkan murid teladan, selain bermodal otak, kita harus pintar-pintar mengambil hati para pengajar. Begitu juga di bangku kuliah. Untuk mendapatkan posisi di senat mahasiswa atau organisasi lainnya, kita harus dapat memenuhi tuntutan pihak-pihak tertentu. Entah pihak mahasiswa ataupun pihak universitas. Tuntutan itu termasuk bagaimana cara kita bersikap dan berperilaku. Bahkan cara berpikir. Hal yang sama terjadi di dunia karir. Promosi jabatan akan lebih mudah diperoleh jika kita dapat memainkan peran dengan baik, menjadi karakter individu yang diinginkan atasan. Dengan kata lain, bermain peran. Permainan peran itu kerap disamarkan dengan kata profesionalisme. Sebenarnya apa arti kata profesional? Tak jauh dari melakukan spesifikasi pekerjaannya dengan tepat, berlaku dan bertindak sesuai dengan karakter dari peran yang dimainkan. Namun, kadang kita menggunakan kata profesionalisme tersebut untuk menutupi kelemahan diri. Kadang kita berupaya sedapat mungkin mematikan pikiran dan perasaan untuk dapat memaikan peran sesempurna mungkin seolah tidak ada hal buruk yang terjadi. Ketika perselisihan terjadi, kita berupaya menampilkan diri tetap ceria dan ramah meski selepas itu mengutuki habis-habisan orang tertentu. Bukannya menyelesaikan persoalan, malah lari dari masalah dan berkata, ”Saya hanya bersikap profesional”. Itukah profesional. Memang, pada dasarnya diri manusia tidak dapat dipisahkan dari perannya. Ada lima komponen dalam konsep diri manusia, yakni gambaran diri (body image), harga diri (self esteem), identitas diri (self identity), ideal diri, dan peran diri (self role). Peran diri inilah yang dijalankan manusia sepanjang rentang kehidupan. Sejak kecil ia memainkan peran sebagai anak, sebagai kakak atau adik. Lantas mulai berkembang, selain sebagai seorang anak, individu yang ama juga dapat berperan sebagai seorang teman, seorang murid, seorang anggota tim olah raga, atau apapun peran lain yang dimainkannya.
Kelihaian individu bermain peran menentukan pula kesuksesannya bertahan hidup. Orang yang gagal memainkan perannya akan dibuang. Bahkan dalam pembuangannya itu ia tetap harus bermain peran menjadi orang buangan. Peran itu baru akan berakhir jika sang sutradara agung berkata ”that’s a rub” dan organ-organ vital berhenti berdenyut.
Akhirnya saya sampai pada kesimpulan betapa setiap manusia dibentuk menjadi aktor dan aktris kawakan. Untuk para aktor dan aktris yang telah menjadi selebriti, harap waspada. Lahan Anda dapat dibajak!

3 comments:

HuN_hUn said...

mba arneet...^^v

Ni Hanni agenda18..hahha...ugghhhh bagusnya critamuwh itu..aq suka..^^

mampir" ke blogq ya..www.meaww.blogspot.com

Icha said...

net... kok atasnya kosong neng?

Icha said...

mmapir tempat gue ya... http://carolina.co.nr