Sunday, November 18, 2007

Take and Give

Pada prinsipnya, menerima dan memberi (take and give) adalah tindakan yang timbal balik. Mulanya seseorang menerima sesuatu dalam kehidupannya. Ia menerima kehidupan dari keluarga dikala masih tak berdaya. Pemberian itu lantas dibagikan pada orang lain dan akan berbuah. Dengan memberi, ia pun menerima.
Prinsip inilah yang hendak diterapkan dalam konteks bekerja. Karyawan yang telah diberikan kesempatan bekerja oleh perusahaan hendaknya membalas pemberian itu dengan menampilkan kinerja maksimal. Kinerja yang maksimal itu kemudian akan dihargai pula oleh perusahaan berupa gaji yang pantas, penghargaan prestasi, promosi, dan berbagai bentuk penghargaan lainnya. Sebaliknya, jika karyawan tidak memberikan yang terbaik yang ada dalam dirinya, ia tidak bisa mengharapkan perusahaan akan memberikan balasan yang tinggi.
Dalam teorinya, Victor Vroom mengatakan, ”kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu tersebut.”[1]. Teori harapan membantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaannya dan semata-mata melakukan yang minimum diperlukan untuk menyelamatkan diri.
Kunci untuk teori harapan adalah pemahaman tujuan-tujuan seorang individu dan keterkaitan antara upaya dan kinerja, antara kinerja dan gajaran, dan akhirnya antara ganjaran dan dipuaskannya tujuan individual. Teori harapan mengakui bahwa tidak ada asas yang universal untuk menjelaskan motivasi semua orang.
Teori harapan ini memang lebih tepat jika diperuntukkan bagi pemahaman manajerial. Namun, upaya pemahaman teori ini hendaknya juga diimbangi dengan pengembangan persepsi karyawan bahwa dengan semakin baik kinerja (semakin banyak keluaran yang diberikan pada perusahaan), akan semakin baik pula ganjaran yang diterimanya – terlepas dari apakah ganjaran itu mampu memenuhi atau memuaskan kebutuhan individu yang bersangkutan.
[1] Stephen Robbins.Perilaku Organisasi (Jakarta: P.T. Indeks Kelompok Gramedia, 2003) halaman 229.

Monday, November 12, 2007

Penataan

Tampaknya sebuah tempat sampah tidak baik jika diisi berbagai jenis sampah. Mengingat kepentingan lingkungan jangka panjang, ada baiknya pemilahan sampah dilakukan. Begitu juga pemililahan tulisan. Tampaknya blog ini akan lebih banyak memuat tulisan seputar penulisan, psikologi, atau sosial terbatas. Foto-foto perjalanan hasil hunting dan tulisan seputar budaya dan alam tampaknya akan diletakkan di rajawalikecil.multiply.com. Sekadar memberi label lebih jelas pada situs pribadi. Selamat menikmati ^.^

sekelumit AQ

Suatu perusahaan didirikan tentunya untuk mencapai suatu target (goal). Pencapaian target itu membutuhkan upaya sinergi dari seluruh elemen perusahaan. Untuk itu dibutuhksn tenaga kerja yang dengan kesadaran penuh berkehendak berjuang bersama mencapai target tersebut.
Sayangnya tidak semua pekerja memiliki ambisi dan daya juang dalam kapasitas yang sama. Menurut Stoltz ada tiga tipe pekerja:
1. Quitters
2. Campers
3. Climbers
Quitters adalah tipe pekerja yang menyerah sebelum bertanding. Ketika melihat tingginya gunung yang harus didaki, ia berkata pada dirinya dan orang lain bahwa ia tidak akan mampu mendaki sampai ke puncak. Ia pun memilih untuk tidak mulai mencoba. Ia memilih hanya duduk di bawah.
Pekerja dengan tipe Quitters adalah pekerja yang selalu menghindari tantangan, serupa dengan pekerja tipe X pada teori McGregor. Ia selalu berupaya mencari tempat yang aman. Ia ingin memperoleh kondisi yang lebih baik, tapi ia enggan berusaha. Ia memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur, dan berhenti. Mereka menolak kesempatan yang diberikan oleh tantangan. Hidupnya akan stagnan pada tingkat terbawah.
Tipe pekerja Campers adalah tipe pekerja yang berani mencoba mengambil langkah pertama. Meskipun ragu, ia memberanikan diri untuk mulai melangkah. Ada usaha untuk maju. Di tengah pendakian, Campers menemukan tempat yang nyaman untuk beristirahat. Tempat itu rindang dan teduh. Campers kemudian memutuskan untuk tinggal lebih lama di tempat itu dan tidak pernah melanjutkan pendakiannya.
Tempat teduh yang nyaman untuk beristirahat itu diibaratkan sebagai pekerjaan yang tengah dijalani saat ini. Pada posisi ini kehidupan masih bisa dilangsungkan dan pekerja cukup puas dengan pencapaiannya. Ia tidak ingin lebih sementara pada dirinya masih terdapat banyak potensi yang dapat dikembangkan.
Tipe ketiga adalah tipe Climbers. Climbers adalah pendaki sejati. Ia tidak akan berhenti terlalu lama pada satu titik sebelum mencapai puncak. Ia akan beristirahat seperti Campers, tapi akan meninggalkan Campers untuk kembali mendaki jika dirasa waktunya tepat. Dengan upaya maksimal, Climbers akan mencapai puncak dan menikmati hasil usahanya.
Seorang Climbers adalah orang yang berani mengambil langkah pertama dan terus melanjutkan melangkah hingga tujuannya tercapai. Climbers telah menetapkan misi di awal dan bergerak menuju target tersebut. Ada kalanya ia berhenti pada satu titik atau satu posisi pekerjaan. Namun, ia akan segera mendaki kembali. Ia hanya beristirahat sejenak, menikmati pencapaian usahanya dan berjuang lagi mencapai target.
”Climbers adalah orang yang seumur hidup membaktikan diri pada pendakian tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan, atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik. Climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan, dan tidak pernah membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik, atau hambatan lain menghalangi pendakiannya.” (Stoltz, 2000:20). Pekerja tipe Climbers-lah yang akan sukses meniti karir dan dapat menikmati hasil kerja kerasnya.


referensi:
Stoltz.(2000).Adversity Quotient Mengubah Hambatan Menjadi Peluang.Jakarta: Grasindo.
http://www.peaklearning.com
http://www.climbingschool.com
http://winstonbrill.comhttp://institutmahardika.com